Si item....
Ya…itu
panggilan kesayangan buat kucing liar yang selalu datang ke rumah untuk
sekedar bercengkrama, bermain bola, bermain tali atau minta dielus-elus
oleh tangan kecilku dan juga tentunya meminta makan. Apapun makanannya
pasti si item lahap (hihi..kayak iklan minuman saja yak… :D).
Banyak
orang yang bilang kalau kucing dengan warna bulu hitam semua itu kucing
setan dan kalau dia melompati orang mati maka si orang mati tersebut
bisa hidup lagi. Ihhhh sungguh sesuatu yang menakutkan ditelingaku yang
masih anak-anak saat itu. Meski demikian, sayangku sama si item tidak
terusik, tiap hari pasti aku selalu bermain bersama sampai suatu hari si
item tidak kunjung datang. Insting anak kecilku mulai jalan, hatiku
berdegup…ada rasa was-was yang tidak terkira.. “Ada apa dengan si item?”.
Kucoba cari tahu…tanya ke tentangga… sampai akhirnya kudengar kabar kalau si item mencuri gesek (ikan asin) dan dikejar-kejar sampai…. (hiks..hiks.. tak sanggup aku menuliskannya, ada yg bilang mati dan ada juga yang bilang dibuang ke tempat yang jauh).
Sungguh
kabar yang sangat mengerikan dan membuat hatiku sedih. Tiap hari,
sebelum tidur aku yang masih anak-anak kelas 2 SD selalu berdoa.. “Ya Allah semoga si item baik-baik saja dan selamat”.
Doa itu yang selalu kuutarakan setiap malam, bukannya doa agar pintar
tapi agar si item selamat. Buatku saat itu, tidak apa-apa tidak bisa
bermain lagi dengan si item asalkan si item selamat.
----
Kalau dicoba flashback kisah yang masih sangat berkesan di hati ini,
“Apa
sih hebatnya si item, kucing liar yang tidak bertuan sampai-sampai
membuat hati anak kecil tersentuh dan berdoa siang malam untuk
keselamatannya?”
Yang hebat disini bukanlah kucingnya tapi proses dimana anak kecil tersebut (yang saya lakoni sendiri )
belajar untuk untuk mengekspresikan kasih sayang, belajar berbagi,
memahami apa yang dirasakan si hewan dan juga arti tanggung jawab.
Misalkan
ketika hewan peliharaan lapar maka harus diberi makan, ketika hewan
peliharaan bosan, maka harus diajak bermain. Memang memelihara hewan
secara tidak langsung melatih anak untuk belajar empati. Dikutip dari
kompas.com (10 Jul 2010), studi di Inggris menunjukkan, anak yang
memelihara binatang memiliki kemampuan sosial yang lebih baik. Sedangkan
periset dari New Mexico menyimpulkan, memelihara binatang mampu
mengembangkan sisi empati dan kemampuan pengasuhan pada diri anak.
Menurut WikipidiA, Empati (dari Bahasa Yunani
εμπάθεια yang berarti "ketertarikan fisik") didefinisikan sebagai
respons afektif dan kognitif yang kompleks pada distres emosional orang
lain. Empati termasuk kemampuan untuk
merasakan keadaan emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba
menyelesaikan masalah, dan mengambil perspektif orang lain.
Empati bisa juga didefinisikan sebagai kemampuan dengan berbagai definisi yang berbeda yang mencakup spektrum
yang luas, berkisar pada orang lain yang menciptakan keinginan untuk
menolong, mengalami emosi yang serupa dengan emosi orang lain,
mengetahui apa yang orang lain rasakan dan pikirkan, mengaburkan garis
antara diri dan orang lain.
Dengan
empati anak akan lebih mudah bergaul dengan orang lain, lebih mudah
diterima oleh lingkungan sekitar sehingga anak pun merasa diterima dan
menjadi lebih percaya diri. Empati juga salah satu unsur yang menyumbang
di Kecerdasan Emosi atau yang disebut dengan EQ (bahasa Inggris: emotional quotient) yaitu kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan oranglain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan.
Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk
memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan. Kecerdasan emosional
(EQ) belakangan ini dinilai tidak kalah penting dengan kecerdasan intelektual
(IQ). Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional dua
kali lebih penting daripada kecerdasan intelektual dalam memberikan kontribusi terhadap kesuksesan seseorang.
Menurut Howard Gardner (1983) terdapat lima pokok utama dari kecerdasan
emosional seseorang, yakni mampu menyadari dan mengelola emosi diri
sendiri, memiliki kepekaan terhadap emosi orang lain (empati), mampu
merespon dan bernegosiasi dengan orang lain secara emosional, serta dapat menggunakan emosi sebagai alat untuk memotivasi diri.
Jadi…
Empati sebagai penyumbang IQ dan empati dapat dilatih sejak dini, salah
satu caranya dengan memelihara binatang atau bisa juga dengan
memelihara tanaman.
Saat
ini boleh dibilang Indonesia krisis dengan orang-orang yang punya
empati tinggi, tengok saja lalu lintas dimana setiap kendaraan ingin
berebut sendiri mencari jalannya tanpa menghiraukan kendaraan yang lain
dan rambu-rambu yang ada, mobil-mobil mewah yang tetap minum premium dan
juga tingkah laku para politikus kita.
Sungguh sesutau yang membuat prihatin, yang bisa kita lalukan…”mulailah menjadi pribadi yang empati dari diri sendiri, keluarga dan anak-anak kita yang kelak akan jadi pemimpin negeri ini”
Yuk..
jangan ragu membiarkan anak memelihara hewan kesayangannya dan tentu
saja tetap dalam pengawasan (apabila masih balita). Dengan memelihara
hewan kesayangan anak akan belajar empati dan tumbuh menjadi pribadi
yang menyenangkan dan juga sukses.
Terima kasihku buat si item yang telah mengajariku lebih memahami orang lain terlebih dahulu sebelum mereka memahamiku.
Salam,
Mama Aretha