Saat anak Sulung kami Jo masih SD beberapa kali saya diundang ke rumah seorang konglomerat yang sangat terkenal kaya raya. Dia beberapa kali saya ajak. Rumahnya super bagus dan besar luar biasa. Disekitarnya lapangan Golf, ada sungai kecil membelah rumahnya dengan tetangga. Kekayaannya juga luar biasa. Saat pulang iseng-iseng saya bertanya pada Jo: “ Jo, kamu mau nggak jadi anaknya Om yang kaya itu…?” Anak saya spontan menjawab: ” Nggaklah ya Pa…!”
Saya tentu senang mendengarnya. Ini satu contoh, anak kitapun tidak mau ayahnya digantikan orang lain meski sangat kaya dan terkenal.
Apakah istimewanya seorang Ayah?
Bagiku Ayah Lebih hebat Dari Presiden. Ya lebih hebat dari Jabatan apapun di dunia ini. Ayah adalah jabatan yang istimewa. Sebab peran Ayah tak tergantikan.
Aku bangga dengan Papaku. Meski saat kecil hubungan kami tidak harmonis, saya bangga dengan Almarhum ayahku. Betapa besar peran dan pengaruhnya dalam hidupku, termasuk lewat kelemahan dan kesalahannya. Tidak ada yang bisa menggantikan kedudukannya menjadi Papaku. Bagiku Papa lebih hebat dari Presiden.
Kini aku juga adalah Ayah dari dua putra kami, Jo dan Je. Saya bangga boleh menjadi Ayah mereka. Peran ini tak tergantikan. Jabatan lain seperti Dosen banyak yang bisa menggantikan, tetapi tidak sebagai Ayah. Karna itu aku rela kehilangan karir demi anakku, tapi aku tidak mau kehilangan anak demi karirku.
Sebagai analogi lain. Bila SBY tahun 2014 berhenti jadi Presiden banyak yang bisa menggantikan beliau jadi Presiden. Tapi tidak ada yang bisa menggantikan SBY sebagai Ayah bagi kedua putranya: Agus dan Ibas. Jabatan Presidenpun tidak lebih hebat/ penting daripada jabatan Ayah.
Seorang Penulis ternama yang mengarang puluhan buku, James Dobson berkata:
“Dari semua gelar yang pernah diberikan kepada saya: Psikolog, penulis, trainer, konselor, Presiden dan CEO lembaga ternama, dll…. gelar yang paling saya sukai adalah Ayah”.
Itulah hebatnya gelar dan jabatan Ayah.
Visi dan Semangat Ayah
Ayahku hebat. Dia punya visi, aku harus sekolah tinggi. Dia rindu saya bisa sekolah dan merantau ke Jawa. Ada satu penghalang saat saya tamat SMA dan ingin kuliah. Papa tidak punya uang cukup. Namun itu tak menghalanginya untuk menyekolahkan saya.
Satu-satunya sepeda motor butut rela dijual Papa. Yang penting kata Papa aku bisa kuliah. Untuk itu dia rela naik Bis ke kantor dan mengabaikan rasa malu dihadapan anak buahnya. Seorang Presiden yang hebat dan kaya sekalipun tidak akan melakukan hal ini untuk saya, tetapi Papaku melakukannya. Itu sebabnya saya berkata dengan tegas: Papaku lebih hebat dari seorang Presiden.!!!
Mendidik anak perlu visi dan semangat. Tujuan mendidik anak pertama-tama bukanlah agar anak kelak merawat kita saat tua. Bukan juga bertugas untuk membahagiakan kita. Mengasuh anak adalah agar mereka kelak bisa mandiri, berkeluarga dan meneruskan nilai-nilai dan tradisi luhur keluarga yang kita ajarkan kepada generasi selanjutnya.
Ayah yang punya visi akan bersemangat menjalankan tugas keayahannya. Semangat bekerja mencari nafkah. Bersemangat bermain dan bercerita dengan anak. Bersemangat merawat anak saat mereka sakit.
Banyak situasi yang bisa membuat kita kehilangan semangat menjadi Ayah. Misal, saat kita mendapati anak kita mengidap gangguan terentu dan menjadi anak dengan kebutuhan khusus. Seperti autis, ADHD dsb. Mungkin ada diantara kita yang sedang mengasuh anak remaja yang sedang melawan kita sebagai Ayah. Mempermalukan kita sebagai orangtua karena pakai narkoba.
Kadang semangat bisa luntur saat kita menjumpai anak demikian. Namun Ayah yang punya visi akan tetap bersemangat, tidak mudah menyerah. Itulah hebatnya semangat seorang Ayah.
Penutup
Jabatan Ayah memang istimewa dan indah, tapi konsekuensinya tak mudah. Namun upahnya adalah anak-cucu kita kelak bisa menjadi berkat dan berguna bagi masyarakat.
Jika saat ini kita punya masalah sebagai Ayah, Jangan menyerah. Mari kuatkan dan teguhkan hati menjadi Ayah hari ini bagi anak-anak kita. Hari ini untuk hari ini. Kekuatiran sehari cukup untuk sehari.
Percayalah, tidak ada Jerih payah kita yang sia-sia sebagai Ayah, meski kondisi kita sekarang tak mudah.
Oleh : Julianto Simanjuntak
http://edukasi.kompasiana.com/2011/07/01/ayahku-lebih-hebat-dari-sby-titik/
http://edukasi.kompasiana.com/2011/07/01/ayahku-lebih-hebat-dari-sby-titik/
Telah dibaca :
Share